Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau dan 230 suku, membuat negara kita "tercinta" ini sangat kaya. Kaya akan sumber daya alam, kaya akan potensi, and tentunya kaya akan kebudayaan. Namun menyedihkannya, kekayaan tersebut tidak didukung sumber daya manusia yang berkualitas dan miskin rasa nasionalisme.
Nampaknya hal ini terlihat jelas oleh negara tetangga kita, Malaysia. Melihat kemiskinan yang dimiliki Indonesia tersebut, mereka secara bertahap mulai meng-claim kebudayaan Indonesia sebagai kebudayaan negaranya. Seperti lagu Rasa Sayange, Reog Ponorogo, Batik Jawa dan terakhir saya melihat Malaysia mengklaim Tari Pendet dari Bali sebagai bagian dari kebudayaan mereka.
Malingsia...begitulah ungkapan kemarahan masyarakat Indonesia saat melihat negara tersebut mencuri satu per satu kebudayaan kita. Saya sendiri? Saya tidak berani mengeluarkan umpatan apapun karena saya tidak tahu siapa yang salah.
Malaysia dan Indonesia masih berada di satu rumpun yang sama, dan entahlah...di dalam imajinasi saya, mungkin saja nenek moyang Indonesia saat itu sedang duduk ngopi-ngopi dengan nenek moyang Malaysia, kemudian mereka mulailah menghabiskan waktu dengan bermain gitar, bernyanyi bersama dan menciptakan sebuah lagu/tulisan/apapun itu. Dan saat pulang ke rumah masing-masing, mereka berkata "Ini akan aku teruskan ke keturunanku"...as simple as that...dan mreka ngga sadar kalau itu akan menimbulkan perpecahan antar negara. Terus berimajinasi tentang hal tersebut, saya pun akhirnya mengurungkan niat untuk ikut mengumpat.
Namun sebulan yang lalu, saya menyempatkan diri untuk berlibur ke Malaysia. Sejujurnya, negara tersebut tidak memberikan kesan apapun di dalam hati kami ketika kami terus berpindah dari negara satu ke negara yang lain.
Hanya satu kejadian yang sangat saya ingat dari Malaysia adalah ketika saya bertamasya di Genting, Highland, Malaysia. Saat itu saya sedang berjalan-jalan di area permainan tersebut dan dari speaker saya mendengar lagu yang mengiringi langkah kami "Rasa Sayange". Entah, saat hati saya langsung menjadi geram dengan negara itu.
Melihat kemarahan saya, kemarahan masyarakat Indonesia, muncullah hipotesa bahwa ternyata rasa nasionalisme kita belum punah...tapi apakah hal tersebut bisa kita jadikan kesimpulan?
Kebudayaan adalah asal muasal dari seni. Di jaman globalisasi seperti sekarang ini, tidak ada dinding pembatas yang menjadi barrier akan hal apapun yang mencoba untuk masuk. Berbagai bentuk kesenian masuk dan diterima oleh masyarakat Indonesia. Sebutlah konser-konser yang menghadirkan artis luar, kini semakin diminati.
Pertunjukan musik Jamiroquai, Phoenix, Sundaze misalnya...tidak pernah sepi pengunjung dan pertumbuhan pengunjungnya selalu positif. Namun seperti pertunjukkan teater Indonesia, wayang, lenong, selalu ada pengunjung, namun menyedihkannya, hanya orang yang itu itu saja, yang kita anggap konservatif atau ketinggalan jaman. Ironis nampaknya..
Sempat batik kembali 'in' di kalangan masyarakat Indonesia. Saya sangat gembira melihatnya, tetapi ternyata kegembiraan tersebut hanya berlangsung sementara. Batik hanyalah seperti tren lainnya yang datang dan pergi.
Entah, saya mau menyalahkan siapa. Apakah memang kebudayaan kita tersebut yang monoton dan membosankan? Atau memang kita yang tidak memiliki inisiatif untuk mengembangkannya? Saya rasa pernyataan kedua yang lebih tepat menggambarkan kondisi Indonesia sekarang ini. Dan kenapa tidak kita biarkan saja Malaysia yang mengelolanya?
Data yang saya miliki tercatat :
Turis mancanegara Indonesia sampai Juli 2009 baru mencapai 2.6 juta jiwa, sedangkan
Target Indonesia untuk turis mancanegara : 6.23 juta jiwa
dibandingkan dengan Malaysia..
Turis mancanegara Malaysia sampai Juli 2009 telah mencapai kurang lebih 13 juta jiwa dan
Target Malaysia untuk turis mancanegara : 26 juta jiwa
Bisakah Anda bayangkan bagaimana ketertinggalan kita terhadap negara yang miskin budaya tersebut? Strategi mereka adalah : 1. ya..anggaplah meng-klaim budaya tersebut adalah strategi utama mereka. 2. ternyata mentri pariwisata Malaysia tidak hanya 'jaga kandang'. Metri tersebut mengadakan 'tour' ke berbagai negara untuk mempromosikan Malaysia dan mengundang masyarakat di sana untuk datang ke Malaysia.
See? Mereka sangat concern dengan kebudayaan dan pariwisata negaranya. Bahkan negara kita :P
Malu ngga sih kita? Dan pantes ngga sih kita marah-marah karena ketidakmampuan kita menyaingi mereka...? Tanpa ada usaha untuk memperbaiki diri kita sendiri, sepertinya umpatan yang kita lontarkan hanya akan menjadi sia-sia dan buang-buang tenaga untuk terus jalan di tempat.
Ini tidak boleh dibiarkan, kawan!
Saya bertekat untuk berubah demi Indonesia. Anda?